Terikat
Kala itu kau berada dalam suatu pagi yang cerah, ketika mentari bersinar menyelimuti bumi, cahayanya seolah akan mendekapmu namun, gugur tatkala terhalang akan pepohonan rimbun yang tumbuh, hingga menunjukkan sebagian, tidak. Setitik dari sinarnya.
Gemerisik dedaunan diterpa angin mengingatkan akan waktu yang kau habiskan, kehidupan serangga pagi menyapa hari itu dengan kebisingan, sembari menghirup aroma alam kau berjalan menapaki tanah, tiap tiap langkahmu diiringi akan bayangan tak sempurna yang mengikuti.
Sampai pada kalimat ini saya sungguh memahami apa yg sedang saya pikirkan dan coba ungkapkan. Perasaan semacam ini terus menerus memenuhi saya membuat pemikiran dalam pemikiran memikirkannya kembali, suatu masa di mana saya bernafas, hidup, melewati waktu, bernafas, lalu menghabiskan hari.
Sembari terus meninggalkan jejak perlahan-lahan saya tertegun, menyadari akan perubahan dan perbedaan. Sadar, tentu saya sadar, spontan kita bertanya kepada diri kita sehubung dengan semua pemikiran dalam pikiran dan apa sebenarnya mengenai pemikiran- pemikiran yang kian kunjung.
Gambaran tersebut selalu membekas, terlalu dalam untuk dihilangkan seperti menjadi penghubung dan mengajarkan pribadi akan siklus dan pola kehidupan yang pada setiap bagiannya mengandung banyak lapisan makna.
Kau berjalan menerobos sinar yang kian berubah menjadi terik, terus kau telusur, memori yang terus berputar itu mengingatkanmu pada sebuah kenyataan hingga pada suatu waktu sebuah simpul bersemayam dalam ekspresimu.

Komentar
Posting Komentar